Minggu, 05 Februari 2017

Sejarah Musik Keroncong



Sejarah Musik keroncong

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgZqPeH8C0rPzHL-aC3araE-0C8gK1R0mZiBr5e9OG1T2HyjzWlDb-wJVKIfeDfVv8fO6_D096qXUMil8sOn7WROUbcJdRwsESes7SYYSyWopBjJwlpQkjFru289SWeb4HOPMnx2v47UGaW/s400/The_Old_Generation_by_Ophine.jpg

Dari sejarah perkembangannya, musik ini diperkirakan berasal dari Portugis yang dibawa ke Indonesia sekitar abad ke-16. Ketika itu, para pedagang Portugis, terutama kaum peranakan dan budak, memperkenalkansajian musik dengan permainan alat musik seperti ukulele, gitar, dan cello tanpa penyanyi. Dalam perkembangannya, musik ini mengalami pengaruh dari musik-musik daerah di Jawa seperti Jakarta, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Pada saat itu pula, sajian musik ini tidak lagi terbatas pada permainan alat musiknya tetapi juga disertai dengan nyanyian oleh seorang biduan.

Musik inipun semakin diterima masyarakat Indonesia, khususnya di Pulau Jawa yang ditandai dengan munculnya kelompok-kelompok musik keroncong di berbagai daerah di Jawa. Bahkan, musik ini sering dimainkan di pinggir-pinggir jalan di malam hari. Secara umum, dalam permainan musik keroncong, harmoni musiknya sangat terbatas. Demikian pula dengan improvisasinyayang sangat dibatasi. Lagu-lagu umumnya memiliki bentuk  dan susunan yang sama. Syair-syairnya terdiri dari beberapa kalimat  (umumnya 7 kalimat) yang diselingi dengan permainan alat musik. Instrumen yang dipakai yaitu gitar melodi, bass, cello, ukulele, cak, biola, dan flute. Beberapa musisi keroncong Indonesia yaitu Gesang, Mus Mulyadi, Kelly Puspito, Hardiman, Sunarno, dan Mardjo Kahar.

          Musik dan lagu dalam sajian kroncong, banyak cengkok dan cenderung melambat dari ketukan yang asli. Keterlambatan dalam ketukan memang sengaja dilakukan karena untuk memperindah cengkok itu sendiri. Improvisasi dan ornamentasi dapat dilakukan dengan sangat bebas, asal masih dalam harmonisasi kroncong. Gaya vokal kroncong dapat mem-pengaruhi durasi berbagai frase, tergantung cara ‘ekspresi ber-lebihan’ atau vibrato. Lagu kroncong khas Indonesia (kroncong, langgam, stambul, langgam Jawa). Istilah kroncong dibawa orang Portugis ke Asia Tenggara sekitar abad 16, kemudian terdapat berbagai teori bahwa istilah tersebut dari unsur onomatopoetic, yaitu musik berbunyi seperti ‘crong-crong’ dan sampai sekarang dikenal sebagai musik kroncong. Struktur harmoni dan melodi keroncong kelihatan berasal dari music Barat, bahkan musik rakyat Portugis paling berperan. 
         
         Musik dengan kesan melankolis biasanya dipentaskan dengan dua jenis gitar (viola) dari Spanyol dan guitara dari Portugis. Jika viola memainkan melodinya, maka guitar memainkan akor-akor tonika-dominan-tonikadominan ….. secara terus menerus, subdominant dibunyikan hanya pada saat tertentu. Prinsip demikian menonjol pada kroncong, selain itu, gaya vokal diwarnai dengan vibrato yang keras (dianggap sebagai kuatnya ekspresi emosi). Standar alat musik kroncong antara lain: ukulele, banjo, gitar melodi, cello (dimainkan seperti gendang), kontra bas, biola serta flute. Secara formal kroncong asli berdasarkan suatu kerangka dengan 28 birama, dibagi masing-masing frase empat birama. Langgam kroncong kebanyakan dibagi empat frase, masingmasing dengan 8 birama (biasanya tanda birama 4/4) sesuai dengan prinsip langgam. Tokoh musik kroncong antara lain: Gesang, Kusbini, Anjarany dan lain-lain. Cara permainan ukulele dan banjo disebut onomatopoetic ‘cuk’ dan ‘cak’. Teknik permainan kurang lebih mirip ‘beat’ – ‘off-beat’. Lagu keroncong yang terkenal antara lain: Kr. Tanah Airku (Kelly Puspita), Lg. Bengawan Solo (Gesang), Stb. Baju Biru (Hardiman).

Akulturasi Beragam Budaya

Seni Musik merupakan salah satu bentuk kesenian yang hampir dimiliki oleh setiap kebudayaan di dunia. Dengan beragam bentuk dan kekhasannya menjadikan musik sebagai identitas bagi suatu kebudayaan. Corak musik yang dimiliki oleh suatu kebudayaan tentunya berbeda dengan musik yang dimiliki kebudayaan lain. Apakah itu dari segi alat musik ataupun irama langgam lagu yang dimainkan. Pada masa sekarang musik telah menjadi bahasa yang mendunia (universal). Beberapa orang sangat menikmati alunan musik dan lagu dari suatu daerah tertentu, walaupun mereka tidak dapat memahami bahasa yang digunakan oleh si penyanyi.
Indonesia memiliki kekayaan dalam segi suku dan budaya. Dari keragaman budaya ini, patut kiranya kita ambil contoh musik sebagai salah satu bentuk dari keragaman budaya. Tentunya yang kami maksudkan disini ialah musik etnik bukan musik pop. Dalam hal ini kami akan mengambil contoh yang lebih kecil yaitu musik keroncong. Musik ini sangatlah unik karena tidak mencerminkan budaya dari salah satu daerah di Indonesia. Melainkan sebagai bukti dari percampuran dari beberapa budaya yang kemudian melahirkan musik yang khas Indonesia.
Lazimnya di Indonesia, sejarah selalu menuai perdebatan, begitu pulalah kiranya dengan Sejarah Musik Keroncong di Indonesia. Dalam tulisan ini akan dikemukakan salah satu versi dari sejarah kelahiran musik Keroncong. Di akhir tulisan akan coba kami bahas perihal Musik Keroncong di Kota Sawahlunto Sumatera Barat.

Musik Tuan & Para Budak
Portugis merupakan salah satu dari negara-negara Eropa yang merintis perjalanan ke Timur. Pada tahun 1512 di bawah pimpinan Alfonso de Albuquerque Bangsa Portugis mulai menginjakkan kakinya di nusantara. Tujuannya ialah Sumber Daya Alam yang sangat dibutuhkan oleh orang-orang di Eropa ketika itu, yakni rempah-rempah. Alfonso mengomandani beberapa orang pelaut dan para budak. Para budak di dapat dari daerah kekuasaan Portugis di India yakni Gowa, Malabar, dan Benggali.
Setelah kejatuhan Malaka ke tangan Portugis maka berdiamlah di sana Bangsa Portugis beserta para budaknya tersebut. Para budak tersebut tidak hanya berasal dari India saja, karena semenjak kedatangan Portugis ke Ambon mereka juga membawa budak dari sana. Di Ambo-Maluku, Portugis sempat mengobarkan perang dengan Kerajaan Ternate dan Tidore. Hasil dari peperangan tersebut ialah Portugis terusir dari Maluku.
Malaka yang dikuasai Portugis menjadi benteng utama dalam menghadapi Kaum Moor yang juga terdapat di kepulauan ini. Selain untuk menguasai jalur perdagangan rempah-rempah tentunya. Bandar terbesar di Nusantara ini jatuh ke tangan  Portugis pada tahun 1511, setahun lebih awal dari kedatangan mereka ke Indonesia. Di Malaka Portugis sempat membina kehidupan, beberapa peninggalan Bangsa Portugis masih dapat kita saksikan di kota itu hingga kini. Kemungkinan di Malaka inilah seni tradisional rakyat Portugis yang bernama fado tersebar kepada para budak.

Fado
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiumHvhp2I5tsD8mv8Inyr4pT3-9Oa-KU5JlXpWVl83G-guy5BP__7qetXkatsg_EN0h0aAG2UMAO_Np5vo-Wv0FTODxQtqM9H_sIQWHltL4r4bwWnoczmAleJls4BvoY9lway-jJMZ4L-X/s320/guitarra2-web.jpg

Fado merupakan seni tradisional rakyat Portugis. Akar dari kata Fado merujuk ke bahasa Latin: fatum, dapat kita padankan dengan kata fate dalam Bahasa Inggris yang artinya ialah nasib. Karakteristik musik ini ialah irama dan syairnya yang sentimental-melankolis. Menceritakan mengenai lautan, kehidupan masyarakat miskin, ataupun persahabatan. Sebagian ahli berpendapat bahwa musik ini memiliki akar pada peradaban Bangsa Moor di Semenanjung Iberia pada masa silam.

Keadaan yang jauh dari kampung halaman bagi pelaut Portugis dan nasib sebagai budak yang ditahan oleh bangsa asing di negeri asing oleh para budak, telah membuka dan berkembangnya masuknya musik fado yang sentimental-melankolis. Pada perkembangannya musik ini tidak hanya dimainkan oleh Bangsa Portugis akan tetapi juga oleh para budak mereka dari Benggali, Malabar, Goa dan Maluku.

Pada tahun 1648 Belanda merebut Malaka dari Portugis. Banyak tawanan perang yang ditawan beserta para budak mereka dibawa ke Batavia yang pada masa itu merupakan pusat kekuasaan Belanda di Asia Tenggara. Para tawanan ini kemudian ditempatkan oleh Belanda pada suatu kawasan yang bernama Tanah Serani yang kelak bernama Kampung Tugu. Daerah ini berada di tepi laut, udaranya panas, dan sangat jarang ditemukan air asin. Kalaupun ada sumur, kebanyakan airnya asin pula.

Pada tahun 1661 para budak di Tanah Serani dibebaskan oleh Belanda dengan syarat mereka harus berpindah keyakinan dari Katholik yang merupakan agama resmi Bangsa Portugis ke Protestan yang menjadi agama resmi Bangsa Belanda. Di kampung baru mereka, para mantan tawanan perang dan budak Portugis ini menggeluti usaha di bidang pertanian, berburu, dan mencari ikan. Dalam waktu senggang, mereka sering teringat lagi akan nasib dan kampung halaman nun jauh di mata. Lantunan musik fado nan melankolis yang pernah mereka nyanyikan sewaktu di Malaka belumlah hilang dari ingatan. Mereka masih memiliki kepandaian bermusik, karena musik merupakan curahan jiwa, bentuk ekspresi diri akan kehidupan yang mereka jalani. Banyak penyair-nyair zaman lampau maupun zaman sekarang menciptakan musik dengan mengambil insipirasi dari realitas kehidupan yang mereka jalani.

Maka mulailah kembali mereka melantunkan musik fado yang telah menjadi identitas mereka kaum peranakan. Dengan menggunakan alat sederhana seperti rajao, biola, gitar, rebana, cello, dua jenis ukulele yakni cak dan cuk, dan seruling. Musik ini rupanya disenangi oleh banyak orang dan akhirnya berkembang.

Fado, Moresco, & Cafrinho
Terdapat suatu keanehan yang kami temui dalam mempelajari sejarah musik Keroncong, yakni ditemukannya dua jenis seni musik yang sama-sama berasal dari Portugis yang pertama iala fado, seperti yang kita jelaskan di atas dimana musik fado merupakan suatu seni musik yang berasal dari Bangsa Portugis yang memiliki karakteristik sentimental-melangkolis. Dimana syair-syair dari lagu ini menceritakan mengenai lautan, kehidupan masyarakat miskin, dan persahabatan. Atau pendek kata menceritakan mengenai parasaian hidup.

Sedangkan moresco merupakan suatu seni musik yang diiringi tarian, berasal dari Kejayaan Peradaban Islam di Andalusia. Seni ini juga terdapat di Portugis, karena beberapa Bangsa Moro berkulit hitam yang berasal dari Pantai Utara Afrika masih menetap di negara tersebut. Selain moresco juga dikenal morisca yakni salah satu jenis gitar yang biasa digunakan oleh Bangsa Moor. Yang mana gitar ini berbentuk oval dan memiliki banyak lubang. Hal ini dikarenakan gitar yang mereka pakai merupakan perkembangan dari alat musik sittar yang biasa dipakai oleh Bangsa Arab.

Cavaquinho
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjkkay2IB6L_3BwbHYvTlsVLnBNZAeAWXcr0btcpqy0yDraqgE-sMqY5yEMg5EglF6x9IlCVYgDtpiqp3YYnZtwVdGFfNOjdR-_oMyLzXES59X9LZkoA5O1m8Ji6z68T1azwReAWkymDS7t/s320/Cavaquinhos.jpg

Moresco sendiri merupakan seni musik yang mengiri tarian anggar antara hulubalang Muslim dan Kristen. Pada permulaannya, moresco merupakan seni musik dan tari yang mengisahkan kisah-kisah Perang Salib antara umat Muslim dan Kristen dalam kebudayaan Bangsa Moor. Moresco adaah seni yang bernafaskan Islam sedangkan seni non-Islamik disebut dengan Cafrinho yang berasal dari kata kafir yakni non-Islam. Istilah Cafrinho digunakan untuk menamakan kaum heathen atau kaum creolist Portugis di Goa-India.

Sedangkan dalam perkembangan musik keroncong disebutkan bahwa moresco merupakan bentuk awal dari perkembangan musik ini. Hal ini mungkin saja karena pada rentang waktu 1891-1903 di Surabaya yang merupakan kota pelabuhan terbesar di Hindia Belanda masa itu berdiri sebuah grup keroncong yang bernama KOMEDI STAMBOEL. Grup ini merupakan grup pertunjukan bergaya Istanbul, mereka mengadakan pertunjukan dengan cara berkeliling Hindia Belanda, Singapura, dan Malaysia. Pada umumnya pertunjukan mereka mengisahkan Hikayat 1001 Malam, Opera Eropa maupun cerita rakyat, serta hikayat-hikayat dari Timur Tengah, Persia, atapun India. Pada masa inilah dikenal musik keroncong dengan Stambul I, II, dan III.

Moresco yang bernafaskan keislaman lazimnya dinyanyikan vokalis perempuan dengan nasal voice, karena diharamkan bagi mereka menyanyi dengan membuka mulut di hadapan publik. Nasal voice tidak lazim bagi vokalis Portugis, sehingga mereka menggantikannya dengan suara falsetto yang hanya cocok untuk suara laki-laki namun tidak untuk suara perempuan. Akibatnya vokalis perempuan terdengar berteriak bukan lagi bernyanyi, seperti halnya suara para vokalis perempuan dalam menyanyikan lagu keroncong pada tahun 1920-an di Indonesia. Ternyata kasus yang sama terjadi juga pada fado Portugis yang berasal dari Moresco, seperti lagu Folgadinho berikut ini dengan nada tertinggi pada f#2. Namun yang menarik adalah imitasi nasal voice dari vokalis perempuan Portugis sebagai tuntutan dalam menyanyikan sebuah Moresco menghasilkan warna yang berbeda dengan para sindhen Jawa, karena lebih merupakan sebuah jeritan falsetto dibandingkan dengan vokalis laki-laki yang bebas membuka mulut.

Folgadinho menjadi julukan bagi seseorang yang suka bermalas-malasan. Khususnya bagi orang Moor di Portugal yang gemar bekerja, istilah Folgadinho menjadi sebuah sindiran. Syair lagu Folgadinho bersifat parodial dan responsorial yang selalu diakhiri dengan refrain. Sebagai fado pengiring tarian refrain dinyanyikan tutti chorus sambil bertepuk tangan, sebagai pengganti waditra adufe atau rebana Arab, yang asalnya adalah bunyi kerincing gelang kaki si penari Moor di istana Portugal pada abad ke-12, seperti halnya penari Katakali dari India, atau penari Ngremo gaya Jawa Timuran.

Jenis keroncong

Musik keroncong lebih condong pada progresi akord dan jenis alat yang digunakan. Sejak pertengahan abad ke-20 telah dikenal paling tidak tiga macam keroncong, yang dapat dikenali dari pola progresi akordnya. Bagi pemusik yang sudah memahami alurnya, mengiringi lagu-lagu keroncong sebenarnya tidaklah susah, sebab cukup menyesuaikan pola yang berlaku. Pengembangan dilakukan dengan menjaga konsistensi pola tersebut. Selain itu, terdapat pula bentuk-bentuk campuran serta adaptasi.


Perkembangan keroncong masa kiniSetelah mengalami evolusi yang panjang sejak kedatangan orang Portugis di Indonesia (1522) dan pemukiman para budak di daerah Kampung Tugu tahun 1661, dan ini merupakan masa evolusi awal musik keroncong yang panjang (1661-1880), hampir dua abad lamanya, namun belum memperlihatkan identitas keroncong yang sebenarnya dengan suara crong-crong-crong, sehingga boleh dikatakan musik keroncong belum lahir tahun 1661-1880.

Dan akhirnya musik keroncong mengalami masa evolusi pendek terakhir sejak tahun 1880 hingga kini, dengan tiga tahap perkembangan terakhir yang sudah berlangsung dan satu perkiraan perkembangan baru (keroncong millenium). Tonggak awal adalah pada tahun 1879, di saat penemuan ukulele di Hawai yang segera menjadi alat musik utama dalam keroncong (suara ukulele: crong-crong-crong), sedangkan awal keroncong millenium sudah ada tanda-tandanya, namun belum berkembang (Bondan Prakoso).

Empat tahap masa perkembangan tersebut adalah :

(a) Masa tempo doeloe (1880-1920),
(b) Masa keroncong abadi (1920-1960), dan
(c) Masa keroncong modern (1960-2000), serta
(d) Masa keroncong millenium (2000-kini)

Sejarah musik dangdut  Perjalanan musik dangdut ternyata memiliki sejarah panjang, jauh sebelum penamaan musik ini terjadi. Tarik menarik popularitas musik ini antara biduan Indonesia dan Malaysia juga sempat terjadi, meski akhirnya musisi dangdut Tanah Air tampil mendominasi.

Berawal dari periode kolonial Belanda, waktu itu ada perpaduan alat musik Indonesia, Arab dan Belanda yang dinamakan bersama-sama dalam Tanjidor. Musik ini merupakan orkestra mini yang khas dan dipertunjukkan sambil berjalan oleh para budak peliharaan tuan-tuan kulit putih penguasa pekebunan di sekitar Batavia. Sepanjang abad 19, banyak pengaruh dari luar diserap oleh masyarakat Indonesia. Misalnya pengaruh dari Cina yaitu ansambel Cina-Betawi yang disebut gambang kromong dan juga keroncong.

Pada dasarnya, bentuk musik dangdut berakar dari musik melayu pada tahun 1940-an. Irama melayu sangat kental dengan unsur aliran musik dari India dan gabungan dengan irama musik dari arab. Unsur Tabuhan Gendang yang merupakan bagian unsur dari Musik India digabungkan dengan Unsur Cengkok Penyanyi dan harmonisasi dengan irama musiknya merupakan suatu ciri khas dari Irama Melayu merupakan awal dari mutasi dari Irama Melayu ke Dangdut. Dalam evolusi menuju bentuk kontemporer sekarang masuk pengaruh unsur-unsur musik India (terutama dari penggunaan tabla) dan Arab (pada cengkok dan harmonisasi).


Pada masa ini mulai masuk eksperimen masuknya unsur India dalam musik Melayu. Perkembangan dunia sinema pada masa itu dan politik anti-Barat dari Presiden Sukarno
menjadi pupuk bagi grup-grup ini. Dari masa ini dapat dicatat nama-nama seperti P. Ramlee (dari Malaya), Said Effendi (dengan lagu Seroja), Ellya (dengan gaya panggung seperti penari India), Husein Bawafie sang pencipta Boneka dari India, Munif Bahaswan, serta M. Mashabi (pencipta skor film "Ratapan Anak Tiri" yang sangat populer di tahun 1970-an).


Perubahan arus politik Indonesia di akhir tahun 1960-an membuka masuknya pengaruh musik barat yang kuat dengan masuknya gitar listrik dan juga bentuk pemasarannya. Sejak tahun 1970-an dangdut boleh dikatakan telah matang dalam bentuknya yang kontemporer. Sebagai musik populer, dangdut sangat terbuka terhadap pengaruh bentuk musik lain, mulai dari keroncong, langgam, degung, gambus, pop, rock, bahkan house music. Irama melayu menjadi suatu aliran musik kontemporer, yaitu suatu cabang seni yang terpengaruh dampak modernisasi.

Pada tahun 1960 an Musik melayu mulai dipengaruhi oleh banyak unsur mulai dari gambus, degung, keroncong, langgam. Dan mulai jaman ini lah sebutan untuk Irama Melayu mulai berubah menjadi terkenal dengan Sebutan Musik Dangdut. Sebutan Dangdut ini merupakan Onomatope atau sebutan yang sesuai dengan bunyi suara bunyi, yaitu bunyi dari Bunyi alat musik Tabla atau yang biasa disebut Gendang. Dan karena bunyi gendang tersebut lebih didominasi dengan Bunyi Dang dan Dut, maka sejak itulah Irama Melayu berubah sebutanya menjadi suatu aliran Musik baru yang lebih terkenal dengan Irama Musik Dangdut.

Pada jaman era Pra 1970 an ini seniman dangdut yang terkenal antara lain : M. Mashabi, Husein Bawafie, Hasnah Tahar, Munif Bahaswan, Johana Satar, Ellya Kadam

Menjelang 1970, Rhoma Irama mulai menunjukkan kemampuan bermusiknya di irama dangdut. Rasa tidak puas dan keinginan terkenal mendorong Rhoma Irama menciptakan irama musik baru. Irama musik Melayu dikombinasikan dengan aliran musik rock, pop, dan irama lain. Hasil yang diciptakan adalah irama dangdut. Semenjak masa itu, istilah dangdut semakin populer di Indonesia. Lagu-lagu yang diciptakan Rhoma Irama tidak sekedar menampilkan keindahan. Lirik-lirik yang bermakna dakwah merupakan isi lagu-lagunya. Beberapa nama dari masa 1970-an yang dapat disebut adalah Mansyur S., Ida Laila, A. Rafiq, serta Muchsin Alatas. Populernya musik Melayu dapat dilihat dari keluarnya beberapa album pop Melayu oleh kelompok musik pop Koes Plus di masa jayanya.

Era Musik Dangdut Setelah 1970-an mulai banyak sekali Musisi dan seniman dangdut ini, dan musik ini mulai memasyarakat di semua kalangan Rakyat Indonesia antara lain Hamdan ATT, Meggy Zakaria,Vetty Vera, Nur Halimah, Iis Dahlia, Ikke Nurjanah, Itje Trisnawati, Evi Tamala, Dewi Persik, Kristina, Cici Paramida, Inul Daratista dan banyak Insan Musik dangdut lainnya.

Aliran Musik Dangdut yang merupakan seni kontemporer terus berkembang dan berkembang, pada awal mulanya Irama Dangdut Identik dengan Seni Musik kalangan Kelas Bawah dan memang aliran seni Musik Dangdut ini merupakan cerminan dari aspirasi dari kalangan Masyarakat kelas bawah yang mempunyai ciri khas kelugasan dan Kesederhaan nya.

Karena sifat kontemporernya maka di awal tahun 1980 an Musik dangdut berintaraksi dengan aliran Seni musik lainnya, yaitu dengan masuknya aliran Musik Pop, Rock dan Disco atau House Musik. Selain masuknya unsur seni Musik Modern Musik dangdut juga mulai bersenyawa dengan irama musik tradisional seperti gamelan, Jaranan, Jaipongan dan musik tradisional lainnya.

Pada paruh akhir dekade 1970-an juga berkembang variasi "dangdut humor" yang dimotori oleh OM Pancaran Sinar Petromaks (PSP). Orkes ini, yang berangkat dari gaya musik melayu deli, membantu diseminasi dangdut di kalangan mahasiswa. Sub genre ini diteruskan, misalnya, oleh OM Pengantar Minum Racun (PMR) dan oleh Orkes Pemuda Harapan Bangsa (PHB).

Ketenaran musik dangdut semakin meningkat dengan terbentuknya Grup Soneta di tahun 1973. Soneta merupakan grup atau orkes melayu yang dipelopori oleh Rhoma Irama. Sound of Moslem dan Raja Dangdut merupakan julukan yang diberikan masyarakat kepada Rhoma Irama dan grupnya.

Maka pada jaman 1990 mulailah era baru lagi yaitu Musik Dangdut yang banyak dipengaruhi musik Tradisional yaitu Irama Gamelan yaitu Kesenian Musik asli budaya jawa maka pada masa ini Musik Dangdut mulai berasimilasi dengan Seni Gamelan, dan terbentuklah suatu aliran musik baru yaitu Musik Dangdut Camputsari atau Dangdut Campursari. Meski Musik dangdut yang lebih Original juga masih exist pada masa tersebut.

Popularitas musik dangdut memicu tanggapan negatif dari pemusik irama non dangdut. Musik dangdut dianggap sebagai musik kampungan. Pemusik irama non dangdut memandang dangdut sebagai musiknya kalangan bawah. Pandangan negatif tersebut tidak menghentikan kreatifitas dan keinginan bermusik para musisi dangut. Pada masa 1980-1990, bermunculan penyanyi-penyanyi dan musisi dangdut yang berbakat dan mendapatkan penggemar sangat banyak. Pada masa ini mulai terdapat upaya dari musisi dangdut untuk membawa dangdut ke arah yang lebih terhormat. Evie Tamala mendendangkan musik dangdut di Amerika Serikat. Ia membuat video klip lagunya di negara tersebut. Stasiun televisi di Indonesia mulai menampilkan dangdut sebagai tayangannya.

Pada era tahun 2000 an seiring dengan kejenuhan Musik Dangdut yang original maka diawal era ini Para musisi di wilayah Jawa Timur di daerah pesisir Pantura mulai mengembangkan jenis Musik Dangdut baru yaitu seni Musik Dangdut Koplo. Dangdut Koplo ini merupakan mutasi dari Musik Dangdut setelah Era Dangdut Campursari yang bertambah kental irama tradisionalnya dan dengan ditambah dengan masuknya Unsur Seni Musik Kendang Kempul yang merupakan Seni Musik dari daerah Banyuwangi Jawa Timur dan irama tradisional lainya seperti Jaranan dan Gamelan. Dan berkat kreatifitas para Musisi Dangdut Jawa Timuran inilah sampai saat ini Musik Dangduk Koplo yang Identik dengan Gaya Jingkrak pada Goyangan Penyanyi dan Musiknya ini saat ini sangat kondang dan banyak digandrungi segala kalangan masyarakat Indonesia.

Pada era Musik Dangdut Koplo inilah mulai memacu tumbuhnya Group Musik Dangdut yang lebih terkenal dengan sebutan OM atau Orkes Melayu antara lain OM. Sera, OM. Monata, OM Palapa, OM New Palapa, OM RGS dan OM yang lebih kecil lainya yang mengibarkan aliran Musik Dangdut Koplo di Nusantara ini.

Musik dangdut terus mengalami perkembangan. Menjelang tahun 2000, muncul penyanyi dangdut yang sangat mendapatkan perhatian masyarakat. Hal itu dikarenakan gerakan goyangnya melebihi gerakan penyanyi lain, bahkan manusia normal. Gerakan berputar-putar dari atas ke bawah merupakan ciri khas penyanyi tersebut. Inul Daratista merupakan pemilik goyangan maut itu.

Kemunculan Inul Daratista sangat dikecam oleh kalangan agama. Faktor moral dan norma merupakan alasannya. Tanggapan positif diberikan oleh sebagian kalangan yanga memandangnya sebagai suatu seni dan ekspresi diri. Perbedaan pendapat itu memicu kontroversi dan semakin mempopulerkan nama Inul Daratista. Berawal dari peristiwa itu, masyarakat kalangan atas mulai memperhatikan musik dangdut.

Pada masa 2000 an juga, musik dangdut tidak dapat dipandang lagi sebagai musik kampungan. Berbagai peristiwa dan acara terhormat mulai menampilkan musik dangdut. Tayangan utama di stasiun televisi menampilkan musik dangdut. Kafe-kafe terkenal tidak segan menampilkan musik dangdut.

Panggung kampanye partai politik juga tidak ketinggalan memanfaatkan kepopuleran dangdut untuk menarik massa. Isu dangdut sebagai alat politik juga menyeruak ketika Basofi Sudirman, pada saat itu sebagai fungsionaris Golkar, menyanyi lagu dangdut.

Walaupun dangdut diasosiasikan dengan masyarakat bawah yang miskin, bukan berarti dangdut hanya digemari kelas bawah. Di setiap acara hiburan, dangdut dapat dipastikan turut serta meramaikan situasi. Panggung dangdut dapat dengan mudah dijumpai di berbagai tempat. Tempat hiburan dan diskotek yang khusus memutar lagu-lagu dangdut banyak dijumpai di kota-kota besar. Stasiun radio siaran yang menyatakan dirinya sebagai "radio dangdut" juga mudah ditemui di berbagai kota.

Dan saat ini Musik dangdut sudah menjangkau segala kalangan Masyarakat dari kalangan kelas bawah samapai kalangan menengah dan kelas ataspun sudah mulai ketagihan dengan Seni Musik Dangdut ini. Hingga Musik dangdut pun sudah merambah di dunia Diskotik yang sudah memutar Musik Dangdut sebagai Musik wajibnya, Dan sudah tak asing lagi saat ini Banyak Stasiun Radio yang menamakan dirinya sebagai Stasiun Radio Dangdut bahkan Stasiun Telivisi Dangdut Indonesia, karena kecintaan masyarakat dengan Irama Musik dangdut ini.

Maka tidak bisa dipungkiri Irama Musik dangdut ini bisa dibanggakan menjadi Musik Asli Indonesia. Dan akhirnya Musik Asli Dangdut Indoensia sudah merambah ke Dunia Internasional antara lain Musik dangdut ini sudah masuk ke negara Jepang yang mulai gandrung dengan Musik Dangdut ini yang menwa kebanggaan kita akan Musik Dangdut Musik Asli Indonesia kita tercinta ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar